Biasanya ketika akan membeli produk investasi reksadana, kita dilema dengan harga. Investor akan cenderung lebih memilih atau memutuskan untuk memilih reksadana yang murah dan menghindari harga yang mahal.
Karena bagi orang yang awam murah dan mahal menjadi salah satu indikator dalam memilih reksadana. persepsinya harga yang rendah itu dianggap murah dan harga yang tinggi dianggap mahal. Keterbatasan ilmu atau kurangnya literasi yang menyebabkan investor awal tidak mengetahui cara penilaian harga wajar.
Berinvestasi reksadana berbeda dengan saham. Jika kita berinvestasi saham maka uang yang harus kita keluarkan tergantung dari harga dan juga jumlah lot (1 lot = 100 lembar). Semakin banyak lot yang kita beli maka akan semakin besar.
Misalkan saja jika kamu membeli 1 lot saham ABCD dengan harga pasar sebesar Rp. 1.700. Maka uang yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1.700 x 100 = Rp. 170.000.
Kemudian membeli 1 lot saham VWXY pada harga pasar sebesar Rp. 23.000. Maka uang yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp. 23.000 x 100 = Rp. 2.300.000.
Jika dilihat dari harga saja maka kita akan mengatakan saham VWXY lebih mahal dibandingkan dengan saham ABCD. Namun dalam menilai murah dan mahalnya suatu saham bukan hanya melihat harga pasar melainkan ada beberapa penilaian lainnya. Misalkan menggunakan beberapa rasio pasar contohnya Price Book Value, Price Earning Rasio dan juga Discounted Cash Flow. Dengan metode tersebut maka investor akan mengetahui apakah harganya mahal atau murah.
Sebelumnya kita harus memahami harga reksadana itu terbentuk dari Nilai Aktiva Bersih/ Unit penyertaan. Ada reksadana yang memiliki NAB/Up yang kecil (dalam ribuan) dan ada juga yang memiliki NAB/UP besar (puluhan ribu rupiah). Lalu apakah reksadana dengan NAB/UP yang kecil berarti murah? Apakah dengan NAB/ UP yang rendah akan memberikan keuntungan yang tinggi dibandingkan dengan NAB/Up yang lebih besar?
Nah Nilai Aktiva Bersih/ Unit Penyertaan ini didapat dari pembagian dari Nilai Aset Bersih dengan jumlah unit yang dimiliki oleh investor. NAB/UP pertama kali penawaran umum adalah sebesar Rp. 1.000. dan kemudian hari bisa nik dan turun seiring berjalannya waktu. Bisa saja karena pertambahan nilai asset dari kenaikan investasi dan juga bisa berkurang karena penurunan jumlah asset yang diinvestasikan.
Maka jika ada reksadana dengan harga puluhan ribu dan ribuan saja, kita tidak perlu bingung. Karena membeli reksadana berbeda dengan membeli saham. Ketika mengeluarkan uang untuk membeli saham itu bergantung pada jumlah lembar yang dibeli tetapi reksadana itu bergantung nominal investasinya.
Misalkan saja Reksadana Corfina Saham Syariah memiliki harga Rp. 1.200 sedangkan Reksadana Grow-2 Prosper Rp. 2.300. Ketika membeli reksadana tidak bergantung pada harganya melainkan unit yang didapatkan. Karena minimum pembelian reksadana sebesar Rp. 100.000.
Jika membeli Reksadana Corfina Saham Syariah akan mendapatkan unit sebesar Rp. 100.000 : Rp. 1.200 = 83,3333 unit. Sedangkan unit yang didapat jika membeli Reksadana Grow-2 Prosper adalah sebesar Rp. 100.000 : Rp. 2.300 = 43,4782 unit.
Jika orang awam akan menganggap pembelian Reksadana Corfina Saham Syariah lebih murah dan lebih menguntungkan dibandingkan dengan Reksadana Grow-2 Prosper. Karena melihat jumlah unit yang didapat di Reksadana Corfina Saham Syariah lebih banyak. Padahal Hal ini sebenarnya tidak ada hubungannya, karena nilai pasar investasi adalah perkalian antara jumlah unit dengan harga pasar. Sehingga meski jumlah unit reksadananya lebih banyak, akan tetapi jika harga reksa dananya lebih kecil maka sama saja dengan jumlah unit reksadana sedikit namun dengan harga yang lebih tinggi.
Mislakan saja kedua reksadana itu naik sebesar 2%, dimana Reksadana Corfina Saham Syariah menjadi Rp. 1.224 dan Reksadana Grow-2 Prosper menjadi Rp. 2.346. Jika dikalikan dengan unit reksadana yang dimiliki maka hasilnya sama- sama sebesar Rp. 102.000.
Reksadana tidak bisa dihitung harga wajarnya sebab pengelolaan reksadana sangat dinamis. Karena reksadana ini dikelola oleh manajer investasi yang disesuaikan dengan strategi investasi yang telah tertuang dalam prospektus. Sehingga untuk menentukan murah dan mahalnya reksdana bukan dari harga.
Ada baiknya kita melihat kinerja dari beberap reksadana yang sejenis dengan benchmark (tolak ukur). Jika kinerja diatas benchmarknya maka bisa dikatakan bisa memberikan imbal haisl yang bagus. Untuk jenis reksadana saham maka indeks tolak ukurnya menggunakan IHSG. Reksadana pendapatan tetap maka benchmarknya adalah indeks obligasi, sedangkan reksadana campuran dibandingkan dengan IHSG dan indeks obligasi. Terakhir, reksadana pasar uang benchmarknya indeks pasar uang.
Hal yang terpenting dalam berinvestasi reksadana adalah performa dari produk reksadana yang lebih tinggi dari bechmarknya. Jika di bawah dari benchmarknya maka disebut underperform. mIsalanya dalam 1 bulan IHSG mampu mencatatkan kenaikan sebesar 4% namun reksadana saham hanya mencatatkan kenaikan sebesar 2.5%, maka reksadana tersebut underperform.