Dampak dari krisis dari negara berkembang seperti Turki, Argentina, dan Venezuela, serta penguatan dollar Amerika Serikat sampai perang dagang antara negara Amerika Serikat dan China telah menyerat mata uang rupiah merosot kira-kira 11% dari awal tahun.
Efek negatif penurunan mata uang garuda yang sempat menembus 15.300 pada tanggal 5 September 2018 yang dirasakan dari dalam negeri sendiri terutama pasar keuangan adalah keluarnya dana asing sebesar 52,11 triliun dan naiknya yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun sebesar 8,579%, yield tertinggi sejak tanggal 20 Januari 2016. Serta penurunan Indeks Harga Saham Gabungan sejak awal tahun mencapai 11,5%, pada 5 september 2018 menjadi penurunan tertinggi pada tahun ini sebesar 4.1%.
Baca Juga :Pelemahan Rupiah, Siapa yang Akan Diuntungkan dan Dirugikan?
Sebelumnya kita ulas sedikit mengenai ekonomi di tahun 2013. Dimana pada tahun 2013 yang menjadi perhatian pemerintah adalah sisi eksternal kembali menjadi perhatian pemerintah. Rencana penarikan stimulus ekonomi oleh Bank Sentral AS, the Fed telah menggegerkan dunia, khususnya negara-negara emerging market. Pasalnya sejak tahun 2011 The Fed program Quantitative Easing, arus modal yang mengalir ke dalam Indonesia mencapai angka terbesar. Jadi jika The fed menarik stimulus tersebut maka akan mebuat arus modal asing keluar secara besar-besaran. Sehingga akan berdampak pada ekonomi Indoensia terutama nilai tukar rupiah.
Jika dibandingkan dengan tahun 2013 kondisi perekonomian di Indonesia masih baik. DIlihat dari persentase penurunan mata uang rupiah terhadap dollar thaun 2018 terdepresiasi sebesar 11% sedangkan pada tahun 2013 nilai rupiah merosot sebesar 18%.
Kemudian di tahun 2018 pemerintah mampu menjaga nilai inflasi di angka 5% sedangkan pada tahun 2013 meskipun pada September 2013 mengalai deflasi namun secara year on year, inflasi Indonesia pada posisi 8,54%.
Sementara dari cadangan devisa di tahun 2018 per Juli sebesar 118,3 miliar dolar AS angka ini menurun dibanding pada Juni 2018 yang sebesar 119,8 miliar dollar AS, penurunan ini dikarenakan pemerintah Indonesia melakukan pembayaran utang luar negeri dan tidak stabilnya nilai tukar rupiah ditengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Sedangkan cadangan devisa pada Desember 2013 tercatat sebear US$ 99,4 miliar. Pada level tersebut, cadangan devisa dapat membiayai 5,6 bulan impor atau 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.
Intervensi yang dilakukan Bank Indonesia di kedua tahun tersebut pun berbeda-beda. Pada tahun 2018, untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI menaikkan suku bunga acuan hingga 125 ke posisi 5,5% dari sebelumnya 4,25% dan diperkirakan BI akan menaikkan suku bunga yang kelima kalinya.
Sementara di tahun 2013 selama periode mei hingga November, BI menaikan suku bunga acuan hingga 175 bps pada posisi 7.5%. dengan tingkat suku bunga acuan sebesar itu maka akan memperlambat pertumbuhan ekonomi karena semakin tinggi tingkat suku bunga maka akan menurunkan minat investasi.