Sudah hampir sebulan rupiah mengalami penurunan hingga hampir menyentuh harga 15.000, pada tanggal 3 September 2018 kemarin menyetuh harga terlemahnya sejak tahun 1998 yaitu berada di level 14.815. Penurunan nilai rupiah ini dikarenakan tekanan dari luar negeri mulai dari perang dagang dan adanya kenaikan suku bunga The Fed. Meskipun secara fundamental Indonesia mencatatkan indikator yang baik mulai dari peningkatan pertumbuhan di angka 5% dan mampu menjaga inflasi di bawah 4%. Namun ada 3 faktor lainnya yang menekan peningkatan rupiah.
Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang adanya peningkatan namun selama 3 tahun berturut-turut hanya mampu mencapai sekitar 5%. Pada tahun 2015 sebesar 4.79%, 5.02% tahun 2016, dan 2017 sebesar 5.07%. Padahal pada tahun 2010 sampai 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 6%.
Kedua, risiko makro yang semakin tinggi. Gempuran kebijakan luar negeri seperti kenaikan suku bunga The Fed dan juga daya beli masyarakat.
Baca Juga: Jadi Jutawan Setelah Pertandingan Asian Games 2018 dan Betahan Hingga Masa Depan
Ketiga, neraca pembayaran yang negatif. Hal ini menandakan utang kepada luar negeri hanya untuk membayar bunga pinjaman. Neraca pembayaran defisit 3,8 miliar dollar AS pada kuartal I/2018. Selain itu angka negative juga pada neraca perdagangan, neraca transaksi dan primary balance. Jumlah impor yang lebih tinggi di banding ekspornya.
Beberapa yang rentan terdampak pelemahan rupiah diantaranya adalah industri yang mengimpor bahan bakunya, bergerak di bidang transportasi, farmasi, produk botami, mesin dan perlengkapannya dan juga industry tekstil.
Beberapa industry yang harus berhati-hati diantaranya industry yang memproduksi dan menjual barang-barang seperti elektronik, komputer, produk optic, alat-alat kelistrikan, produk dari kulit dan alas kaki, logam dasar sampai produk pakaian.
Ada juga beberapa industri yang aman dari penurunan nilai mata uang garuda ini diantaranya industry yang memproduksi kendaraan bermotor dan bagiannya, minuman, produk tembakau, produk tembakau, makanan, furniture, karet, plastic, produk kayu dan sumber daya lainnya.
Diantara industry yang rentan dan aman terhadap pelemahan rupiah, tugas bagi negara Indonesia untuk mengatasi pelemahan rupiah dengan cara mengurangi defisit neraca berjalan dan fiskal.