Fragile Five adalah istilah yang diciptakan pada bulan Agustus 2013 lalu oleh seorang analis keuangan untuk mewakili ekonomi negara berkembang yang bergantung pada investasi negara asing untuk membiayai pertumbuhannya.
Terjadinya krisis ekonomi di Turki telah menyeret 4 negara berkembang lainnya masuk kedalam fragile five. Negara-negara fragile five adalah negara-negara yang memiliki defisit transaksi berjalan yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penilaian dari S&P Global meggunakan tujuh variabel dalm menggolongkan negara fragile five diantaranya neraca berjalan sebagai tolok ukur persentase pertumbuhan dan persentase utang dalam mata uang asing sebagai bagian dari total utang yang dimiliki negara tersebut. Negara-negara yang masuk kedalam fragile five diantaranya Indonesia, Turki, Brazil, India dan Afrika Selatan.
Sejak awal tahun mata uang Turki mengalami pelemahan sebesar 66% dan menyentuh level 7,13 yang merupakan level terendahnya. Sedangkan total pinjaman dalam mata uang asing mencapai US$ 300 miliar, rata-rata pinjaman ketika itu pada saat kurs lira sebesar 2 dollar dan sekarang harus membayarnya pada kurs dollar sebesar 7 dollar. Beban dari perang dagang ini juga berpengaruh pada Turki dimana Amerika Serikat menaikkan tarif impor besi dan alumunium. Hal ini akan menambah biaya ekspor dari Turki karena saat ini Amerika serikat menjadi tujuan ekspor baja yang mencapai 11% dari total volume ekspor. Sehingga neraca berjalan turki defisit sebesar US$ 2,97 miliar.
India juga mengalami pelemahan mata uang yang signifikan. Per tanggal 13 Agustus 2018 rupee telah melemah sebesar 1,59% menjadi 69,98287 per dollar AS. Ini merupakan kurs terendah rupee sepanjang masa. Sekitar US$ 42,87 juta arus modal asing keluar dari negara yang terkenal kemegahan Taj Mahalnya. Kelaurnya dana asing dikarenakan kepanikan investor ketikaberinvestasi pada negara yang kurang stabil perekonomiannya. Selain itu defisit neraca berjalannya sebesar 1,9% dari Produk Domestik Bruto.
Sama seperti negara berkembang lainnya Brazil mencatatkan rekor tertinggi nilai mata uangnya yaitu melemah sebesar 0,81% ke level 3,8957 dengan defisit neraca berjalan sebesar -0,48%. Serta defisit APBN sebesar 7,8% terhadap Produk Domestik Bruto.
Rand Afrika Selatan pun terperosok 1,69% menjadi 14,327 per dollar AS pada awal pekan ini. Negara berkembang ini memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang negative yaitu sebesar -2,2% dengan nilai utang pemerintahan disbanding dengan PDB sebesar 53,1%. Transaksi berjalan negara pelangi ini menagalami defisit sebesar -2,5% dibanding dengan Produk Domestik Bruto. Dan APBN juga defisit sebesar 4,6% terhadap PDB.
Krisi ekonomi Turki telah menyeret mata uang Garuda berada posisi 14.608 terkoreksi sebesar 0,9%. Sehingaa membuat current account deficit (CAD) Indonesia kuartal-II 2018 meningkat sebesar US$ 8 miliar dari PDB. Posisi rupiah ini pada kondisi yang mengkhawatirkan karena komposisi investor asing di pasar keuangan dalam negeri sebesar 38% di pasar modal dan 40% di Surat Utang Negara. Dengan adanya sentiment negative tersebut akan meningkatkan arus modal asing kelaur dari Indonesia sehingga banyak saham yang anjlok.