Masa Kelam Tahun 1998 Akankah Terulang?

 

Rupiah pernah menyentuh nilai terendahnya yaitu di angka Rp. 1.977 pada tahun 1991. Pemerintahan tidak mau tahu, dollar harus berapa pada posisi itu dan pada saat itu Indonesia masing menggunakan system kurs terkendali, yang menyebabkan kurs berada pada posisi 2000-2500 karena Bank Indonesia mentapkan nilai tukar rupiah terhadap nilai tukar terhadap negara lain pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas penawaran dan permintaan.

Sampai terjadi krisis moneter dan Indonesia masih menerapkan kurs terkendali hingga menyebabkan cadangan devisa di Indonesia berkurang terus-menerus dan akhirnya Indonesia mulai meninggalkan system kurs terkendali menjadi kurs mengambang. Pada akhir moneter nilai dolar mulai mengalami penguatan dari level 4000 sampai  6000 pada tahun 1998. Sampai akhirnya dolar AS menyentuh nilai 16.500 pada Juni 1998 yang merupakan titik tertinggi sepanjang sejarah.

Lalu pada tahun ini rupiah telah mengalami fluktuatif hingga angka 14.418, hal ini terjadi akibat tekanan dari negara-negara Adi Kuasa seperti China dan Amerika, seperti naiknya nilai imbal hasil surat berharga Negara Paman Sam dan ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate. Sehingga jumlah permintaan atas mata uang dollar meningkat dan berimbah terhadap pelemahan pada mata uang di negara berkembang.

Apakah dampak yang terjadi ketika mata uang rupiah mengalami penurunan?

Pelemahan mata uang rupiah memenag memiliki dua sisi yang berbeda baik dampak positif dan dampak yang negatif.

1. Barang Impor jadi mahal

Bagi sebagian masyarakat Indonesia ada yang memiliki kebiasaan membeli barang impor karena ada kepuasaan tersendiri jika memakai barang brand dari luar negeri. Seperti tas dan sepatu yang banyak diminati oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun dengan kondisi rupiah yang melemah akan menyebabkan harga barang-barang impor menjadi lebih mahal dari biasanya sehingga pembeli dalam negeri akan enggan untuk mengeluarkan uang lebih. Dan pada akhirnya akan beralih pada barang-barang lokal, dengan secara tidak langsung akan menambah omzet pada pedagang dakam negeri.

 

2. Meningkatkan jumlah ekspor produk dalam negeri

Ketika dollar perkasa maka ini menjadi suatu kesempatan bagi para pebisnis dalam negeri yang melakukan kegiatan bisnis nya. Terutama pada perusahaan tekstil dan mebel.

Secara logis ketika perusahaan ini mengekspor ke negara lain maka negara lain yang membeli barang dari Indonesia akan mengkonvesri dollar menjadi rupiah dahulu.

Namun berbeda jika perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan bergantung dengan bahan baku yang impor maka akan membuat beban pokoknya karen abahan bakunya yang bila dikonvesi dalam dollar cenderung mahal seperti perusahaan farmasi.

Baca Juga : IHSG Turun 8,76%, Apa Kabar Reksadana Saham?

 

3. Keuntungan bagi karyawan yang digaji dengan dollar

Dengan kenaikan mata uang dolla maka akan menguntungkan bagi karyawan yang digaji dengan dollar. Karena apabila seseorang yang menukarkan dollarnya pada saat rupiah sedang melemah maka jumlah rupiah yang dimiliki pada saatitu berjumlah lebih besar.
Jika karyawan di gaji sebesar USD 2.000 dan dikonversi pada saat rupiah menguat di level Rp. 12.000 maka hasilnya 24.000.000, berbeda jika dia mengkonversinya pada saat rupiah di level Rp 14.200 maka jumlah rupiah yang dia dapat sebesar Rp. 28.400.000.

 

4. Suku Bunga Naik

Pada tahun ini suku bunga Bank Indonesia telah naik sebesar 100 bps dari 4,25 sampai ke level 5,25% karena Bank Indonesia infin menjaga kestabilan nilai mata uang, sehingga mata uang rupiah tidak terus melemah, namun disisi lain akan meneurunkan minat masyarakat untuk menggunakan fasilitas bank yaitu kredit karena pembayaran bunganya juga lebih tinggi dari biasanya.Dampak lain dari meningkatnya suku bunga adalah tinggi kredit bermasalah/ Non Performing Loan (NPL).

 

5. Beban Pembayaran Utang Luar Ngeri yang Membengkak

Pada triwulan 1-2018 Utang Luar Negeri (ULN) alami peningkatan sebesar 8,7% year on year (yoy) dengan jumlah sebesar US$358,7. bertambahnya nominal ULN di saat rupiah lemah dikhawatirkan menambah risiko kewajiban pembayaran utang pemerintah.