Investasi atau trading saham memang memilki risiko yang tinggi. Kehilangan sebagian atau seluruh dana yang diinvestasikan , atau bahkan “sudah hilang seluruh kekayaan dan masih ditimpa utang”, adalah salah satu risiko yang harus dihadapi. Kesalahan yang umum nya terjadi diantaranya.
- Dalam melakukan transaksi instumen efek atau rekadana, perusahaan sekuritas memberikan fasilitas pendanaan kepada nasabahnya, yang disebut fasilitas margin. Investor yang mendanai menjadi trader. Fasilitas margin adalah fasilitas yang berfungsi untuk menggandakan keuntungan ketik harga bergerak naik. Fasiltas ini sebenarnya tidak haram digunakan investor jika penggunaannya didukung dana cadangan yang mencukupi. Dukungan dana ini diperlukan mengingat apabila ternyata harga bergerak tidak sesuai dengan prediksi (hraga bergerak turun), investor tinggal menutup pembelian margin dengan dana yang dimilikinya sehingga dia tidak terpengaruh oleh volatilitas pergerakan jangka pendek. Namun, sebagian besar investor ternyata tidak melakukan hal ini. Ketika market begerak naik, seorang investor menggandakan fasilitas margin. Proses ini dilakukan setelah investor melakukan perhitungan atas deviasi pasar. Sebagai contoh dalam lima tahun terakhir (peiode 2002-2008). IHSG tidak pernah terkoreksi lebih dari 25%. Artinya selama janminan portofolionya bisa meng-cover pergerakan IHSG hingg aturun 30% (misalnya), investasi tersebut dirasa aman. Perhitungan ini membuat seorang investor kemudian melakukan pembelian saham dalam jumlah yang lebih besar dari jaminan yang dimilikinya. Harga turun? Nanti pasti naik lagi. Kan? Mana bisa sih IHSG turun di area 30%? Analis teriak-teriak “jual...jual...jual...!’ Invetor ini bilang “Nggak perlu diikutin....mereka juga biasanya salah.” Investor ini lupa bahwa ketika melakukan investasi yang lebih besar dari jaminan yang dimilikinya, berarti dia sudah tidak bisa menahan posisi selama-lamanya sehingga secara tidak sadar melakukan posisi trading. “Trader dadakan” inilah yang kemudia banyak berguguran akibat “tsunami IHSG” (koreksi lebih dari 50% seperti yang terjadi pada tahun 2008 lalu.
- Trader yang mendadak mnejadi investor. Seorang trader melakukan posisi beli ketika harga terlihat akan bergerak naik dan melakukan poisis jual ketika harga akan bergerak turun. Masalah kemudian terjadi. Ketika seseorang trader sudah membeli saham, tidak lama kemudian harga bergerak turun. Akibatnya, posisi trader menjadi rugi. Akan tetapi, dia berpikir: “Ah ditahan saja...”sebentar lagi pasti naik lagi.” Cara –cara seperti ini sangat umu dan tidak terlalu banyak menimbulkan masalah ketika dilakukan saat market bullish pada periode 2002-2007. Posisi kemudian diubah dari trading menjadi investasi karena trader ini tidak mau melakukan cut loss. “buat apa cut loss, nanti akan naik juga...tunggu giliran saja,deh.” Begitu katanya. Bahkan untuk meningkatkan potensi keuntungan dari posisinya, mereka menggunakan fasilitas margin, karena seorang trader biasanya memang hanyaberberkal ekuitas yang tidak terlalu besar. Trader yang berubah menjadi investor dadakan (akibat tidak disiplin dalam melakukan cut loss) seperti inilah yang kemudian ditelan ganasnya bursa. Tidak perlu “tsunami pasar modal “ seperti yang terjadi belakangan ini, koreksi IHSG diatas 15% saja sering kali membuat “investor dadakan” seperti ini gulung tikar.
source : Trading Saham Menggunakan Fibonacci Retracement by Satrio Utomo