Author : Yulia Andita
Dalam berinvestasi reksadana pasti tidak hanya keuntungan yang kita harapkan melainkan juga kita harus bersiap menghadapi berbagai risiko investasi. Penurunan harga saham, kondisi perekonomian, dan juga ketidak stabilan nilai rupiah bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan penurunan nilai aktiva bersih dari suatu rekadana. Namun hal tersebut bisa kita minimalisir dengan cara melakukan diversifikasi investasi ke reksadana yang lainnya.
Bahkan hal yang paling ditakutkan investor reksadana yaitu mungkinkah manajer investasi bangkrut? Apakah uang yang telah diinvestasikan akan hilang ketika manajer investasi bangkrut? Jika kita meneropong sejarah ke belakang pada tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang menimpa Amerika Serikat yang menyebabkan beberapa perushaaan pengelola investasi yang terkemuka bangkrut.
Sebenarnya bila pengelola investasi atau manajer investasi bangkrut, maka uang nasabah di reksadana masih tetap aman alias tidak hilang. Mengapa bisa demikian?
Reksadana adalah Kontrak Investasi Kolektif antara manajer investasi dengan bank kustodian yang bertujuan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat kemudian dikelola ke beberapa produk investasi di pasar modal. Hal diatas didasarkan pada Undang-Undang Pasar Modal No 8 Tahun 1995.
Manajer investasi bertanggung jawab dalam pengelolaan dana investor, sedangkan bank kustodian akan diberi mandat untuk menyimpan kekayaan reksadana serta melakukan adiministrasi pencatatan maupun monitoring terhadap pengelolaan dana oleh Manajer Investasi. Sehingga asset reksadana nasabah bisa terlindungi dari pihak-pihak kreditur jika suatu saat terjadi kebangkrutan.
Otoritas Jasa Keuangan telah membuat peraturan yang mengatur kondisi tersebut. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 Than 2016 tentang reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Ada beberapa kondisi manajer investasi tidak dapat melanjutkan bisnisnya dan juga reksadananya di bubarkan misalnya saja :
1. Perintah dari Otoritas Jasa Keuangan, apabila terjadi hal berikut ini:
2. Manajer Investasi dan Bank Kustodian telah sepakat untuk membubarkan Reksadana.
3. Manajer investasi tidak lagi memiliki izin dan bank kustodian tidak lagi memliki surat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
Jika kondisi Manajer Investais tidak lagi memiliki izin usaha dan bank kustodian tidak lagi memiiki surat persetujuan OJK, maka manajer investasi yang sebelumnya dapat menunjuk Manajer investasi lainnya untuk melakukan pengelolaan atau Bank Kustodian yang lain.
Baca Juga : Inliah yang Terjadi Jika Bank Kustodian Bankrut
Rencana pembubaran ini wajib disampiakan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 2 hari. Serta setelah pembubaran reksadana, Manajer Investasi harus mengintruksikan kepada Bank Kustodian untuk melakukan pembayaran hasil likuidasi secara proporsional dari Nilai Aktiva Bersih kepada pemegang unit penyertaan dan dana paling lambat 7 hari bursa sejak likudasi selesai dilakukan.
Jika dana hasil likuidasi belum diambil oleh pemegang unit penyertaan/ investor setelah tanggal pembagian hasil likuidasi, maka Bank Kustodian harus memberitahu pemegang unit penyertaan sebanyak 3 kali dengan tenggang waktu masing-masing 10 hari bursa. Jika dalam jangka waktu 30 tahun tidak diambil oleh pemegang Unit Penyertaan, maka dana itu wajib diserahkan oleh Bank Kustodian kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk pengembangan industri pasar modal.
Prosedur tersebut sangat jauh berbeda dengan bank komersial yang langsung membekukan asetnya jika terjadi penarikan besar-besaran, karena dana nasabah merupakan bagian dari neraca bank.
Jadi sebagai investor reksadana tidak perlu khawatir jika suatu saat manajer investasi mengalami kebangkrutan atau tidak lagi memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Dan dapat kita simpulkan menjadi 3 point yaitu: