Author : Yulia Andita
Berinvestasi reksadana memang menjadi salah satu pilihan investasi bagi investor yang belum memiliki dana yang besar. Karena investasi reksadana ini mampu memberikan return yang cukup menguntungkan serta risiko yang terukur.
Kemudian reksadana ini ada banyak macamnya, sehingga kamu bisa memilih reksadana yang sesuai dengan profil risiko serta tujuan keuanganmu. Jenis reksadana yang paling umum diantaranya reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana campuran dan juga reksadana saham.
Setiap jenis reksadana memiliki tingkat risiko dan persentase keuntungan yang berbeda-beda. Reksadana pasar uang memiliki risiko yang paling rendah diantara jenis reksadana yang lain sehingga risikonya pun paling rendah. Kemudian reksadana saham adalah jenis reksadana yang memiliki tingkat risiko dan keuntungan yang tertinggi diantara jenis reksadana yang lain.
Fluktuasi harga (naik/turun) reksadana ini di pengaruhi oleh masing-masing isi portofolio. Misalkan reksadana pasar uang yang menempatkan 80% asetnya pada obligasi dan deposito. Disaat suku bunga naik maka akan mendorong naiknya Nilai Aktiva Bersih reksadana pasar uang. Karena jika suku bunga naik maka suku bunga deposito juga akan naik.
Kemudian reksadana saham, yang menempatkan minimal 80%-100% dana kelolanya di saham. jika harga saham dan IHSG mengalami kenaikan, maka hal ini bisa mendorong kenaikan Nilai Aktiva Bersih reksadana saham.
Jika anda memiliki reksadana yang Nilai Aktiva Bersih nya naik, maka hal itu mencerminkan tingkat keuntungan yang akan anda dapatkan.
Bu Cici berinvestasi di reksadana saham milik Corfina Capital yaitu Grow 2 Prosper. Investasi dimulai pada awal Januari 2019. Dengan modal investasi awalnya sebesar RP. 2.000.000. dengan NAB/UP sebesar Rp. 2.783,61. Tetapi Bu Cici tidak melakukan top setiap bulan, melainkan akan melakukan redemption/menjual pada akhir September 2019.
Baca Juga : Cara Memprediksi Harga Reksadana Saham
Bu Pipin berinvestasi di reksadana saham Corfina Capital yaitu Grow-2 Prosper , pada tanggal 2 Januari 2019. NAB/ UP per tanggal 2 Januiari 2019 sebesar Rp 2.783,61. Ia menempatkan modal awalnya sebesar Rp. 2.000.000. Namun Bu Pipin berencana akan melakukan pembelian reksadana sebesar Rp. 500.000 setiap bulan. Dan akan menjual reksadana pada akhir September 2019.
Jika dilihat dari simulasi diatas bahwa Bu Cici, memeproleh imbal hasil lebih tinggi 1.87% dibandingkan Bu Pipin.
Hal ini dikarenakan dalam kondisi pasar saham atau IHSG yang meningkat pada 3 bulan awal Januari sampai Mei dan kemudian kembali turun hingga akhir September. Sehingga Bu Cici bisa memperoleh kenaikan harga hingga akhir September, karena harga pembeliannya lebih kecil dibandingkan dengan harga penjualannya.
Baca Juga :Ciri-Ciri Investor Reksadana Yang Gagal
Sedangkan hasil investasi Bu Pipin menunjukkan performa yang minus, hal ini dikarenakan NAB/UP rata-rata yang dimiliki oleh Bu Pipin mengalami kenaikan seiring pembelian reksadana setiap bulannya. Apalagi pembelian reksadana pada saat NAB/UP (harga reksadana) di pasar mengalami kenaikan.
Sehingga secara value pun keuntungan Bu Cici lebih besar yaitu Rp. 12.501 sedangkan Bu Pipin sebesar -Rp. 2.498.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berinvestasi antara lain:
Jika berinvestasi dalam jangka pendek memang sangat cocok memilih reksadana pasar uang. Jangka pendek yang dimaksud ini sekitar 1-3 tahun atau juga kurang dari 1 tahun.
Sedangkan jika ingin berinvestasi pada reksadana saham lebih baik untuk jangka panjang atau lebih dari 5 tahun.
Setelah melihat simulasi diatas bukan untuk ditakuti, melainkan untuk dijadikan peluang dan pembelajaran jika ingin berinvestasi. Tidak selamanya investasi berkala itu merugikan tapi menguntungkan karena sangat membantu jika belum memiliki uang yang besar dalam berinvestasi.