Kekhawatiran dalam investasi adalah kerugian. Hal ini yang menyebabkan sebagian orang enggan berinvestasi terutama di pasar modal selain ketidak tahuan dan cara mengelolanya sehingga membuat sebagian orang menjadi risk averse yaitu lebih menghindari risiko. Ke khawatiran tersebut membuat ia enggan dan tidak percaya diri dalam berinvestasi dan lebih memilih untuk menyimpan uangnya hanya dibawah bantal dan celengan dari tanah liat.
Sebenarnya ketika ia menabung di bawah bantal juga memiliki risiko yaitu besar kemungkinan uang itu hilang dan juga menabung di celengan ayam memiliki risiko yang sama selain hilang ada yang lebih ekstreem adalah nilai uangnya terus menurun sepanjang waktu.
Baca Juga : Tips Liburan Saat Rupiah Melemah
Tetapi memang semua bentuk produk investasi memiliki risiko. Seperti reksadana yang memiliki risiko. Bentuk risiko yang terjadi adalah berkurangnya nilai investasi dan bahkan hilang. Namun kekhawatiran tersebut tidak seperti yang kita bayangkan. Karena didalam reksadana itu terdiri dari berbagai asset investasi seperti saham, obligasi, surat utang negara, deposito. Dimana karakter dari setiap asset investasi memiliki pergerakan harga yang berbeda-beda di setiap kondisi ekonomi yang terjadi di sebuah negara. Misalnya saja dalam reksadana pasar uang yang akan naik ketika suku bunga Bank Indonesia naik karena investor akan mengharapkan imbal hasil yang tinggi dari deposito bebas risiko. Namun berbeda dengan rekasadana saham yang cenderung kinerjanya turun ketika suku bunga naik. Maka dalam ilmu investasi pengelolaan portfolio, untuk dapat meminimalkan sebuah risiko maka perlu dilakukan diversifikasi. Maka anda juga bisa mengkombinasi koleksi reksadana anda ke reksadana campuran karena terdiri dari berbagai macam asset investasi baik bersifat ekuitas dan bersifat utang. Meskipun reksadana bisa saja berfluktuatif harganya namun uang yang anda simpan didalam reksadana tidak akan sampai Rp.0.
Karena dalam pasar modal, perbankan, asuransi, dana pensiun dan juga koperasi semuanya memiliki regulasi yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi dan memastikan setiap pengguna jasa Lembaga Keuangan akan merasa aman. Salah satu regulasi yang mengatur mengenai rekdsadana yaitu POJK Nomer 23 Tahun 2016. Dimana salah satu pasal yang mengatur mengenai likuidasi yang menyebutkan bahwa Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif wajib dibubarkan, apabila dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari bursa, Reksa Dana yang Pernyataan Pendaftaran-nya telah menjadi efektif memiliki dana kelolaan kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) serta Reksa Dana Terproteksi, Reksa Dana Dengan Penjaminan, dan Reksa Dana Indeks yang melakukan Penawaran Umum yang bersifat terbatas, dalam jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari bursa setelah Pernyataan Pendaftaran Reksa Dana menjadi efektif, memiliki dana kelolaan kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Istilah pembubaran disini diartikan dana kelolaannya harus dicairkan dan kemudian dibagikan sesuai dengan proporsi masing-masing pemegang unit penyertaan.
Manajer investasi wajib mengintruksikan Bank Kustodian paling lambat 2 hari adanya kesepakatan pembubaran Reksadana untuk membayar dana hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang unit penyertaan, dan memastikan dana tersebut paling lambat 7 hari bursa sejak likuidasi dilakukan.
Dan wajib menyampaikan laporan hasil pembubaran ke OJK dan mengumumkan kepada pemegang unit penyertaan paling kurang dalam 1 surat kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional sekurang-kurangnya 2 hari bursa sejak tidak memenuhi persyaratan. Dan meminta Bank Kutosian menghentikan perhitungan Nilai Aktiva Bersih.